Minggu, 06 Desember 2015

Resensi Novel Dilan , Dia adalah Dilanku Tahun 1991

Judul : Dilan Bagian Kedua; Dia Adalah Dilanku Tahun 1991
Pengarang : Pidi Baiq
Penerbit : PT Mizan Pustaka
ISBN: 9786027870994
Tebal : 344 Halaman
Rating : 4 dari 5



Ini adalah episode kedua dari Novel Dilan Part 1. Jadi, setelah penuh dengan cerita manis seputar pendekatan Dilan ke Milea yang manis dan lucu, mereka berdua memasuki babak baru, yakni saat keduanya sudah menjalin hubungan alias pacaran. Di dalam kisah ini, tentu saja kita masih bisa menikmati romantisme khas tokoh Dilan yang, begitulah... susah untuk dijelaskan. Dilan ya juga masih Dilan yang sama, suka berantem, ikut geng motor. Di sini, seolah kita disadarkan kalau, bulan purnama itu tidak hanya memiliki sisi terang, juga ada gelapnya yang terlihat. Yeah, kalau suka Dilan yang baik-baiknya, musti terima paketan lainnya juga.

Di Novel ini, kisah kocaknya Dilan kurang, justru banyak menangis-menangisnya. Kisah Dilan kurang menonjol dan lebih banyak patah hatinya Milea. Banyak tokoh lain juga yang muncul, sebagai pihak yang suka sama Milea. Ada Yugo, saudara jauh Milea yang cakep (bapaknya orang Belgia), terus mantannya Milea juga muncul lagi numpang lewat, Beni ya kalo nggak salah namanya, ada pak gurunya juga yang saya juga lupa namanya. Pokoknya, Milea benar-benar idola banget. Mungkin dia semacam Cinta (Dian Sastro) di Ada Apa Dengan Cinta. Cantiknya, populernya, begitulah.

Jadi, cerita mereka pada saat pacaran, diwarnai dengan banyaknya orang-orang yang berada di luar. Tapi toh, tantangannya ada di dalam diri mereka sendiri. Terutama Dilan. Dilannya nggak mau dikekang sama Milea. Apalagi soal geng motornya dan tawurannya yang masih nggak mau hilang dari Dilan meskipun dia sudah pacaran sama Milea. Meskipun, Mileanya sudah pernah mengancam mau putus kalau Dilan masih saja ikut tawuran.

Karena tawuran ini, Dilan dikeluarkan dari sekolah. Dilan juga sampai ditahan polisi selama seminggu. Tapi, tidak membuat hubungan mereka berhenti begitu saja, jalan terus. Jujur ya, ceritanya agak monoton dan cengeng. Karena Milea galau terus, nangis terus. Bingung sama orang-orang yang dekatin dia, bingung sama Dilan. Begitulah. Baru kerasa gregetnya di kira-kira sepertiga akhir. Saat... (nggak mau spoiler), yang menjadi titik puncak semuanya. Kemarahan Milea sama Dilan sampai mereka akhirnya benar-benar putus, bukan sekadar ancaman lagi. Sebenarnya Milea benar sih, dia hanya ingin yang terbaik buat Dilan, tapi di sisi lain, Dilannya nggak mau dirinya dikendalikan, dikekang, atau apa itu istilahnya. 

Cuma bagian sedihnya... (ini spoiler lagi sih, tapi secara umum orang-orang udah pada tahu sih ending novel ini bagaimana), ah pokoknya itu sedih banget. Sampai...

Hai, Dilan. Saat itu, ketika aku bertanya-tanya tentang kamu, apakah kamu juga bertanya-tanya tentang aku? Di saat aku sedang merasa rindu, apakah kamu juga merasakan hal yang sama, meskipun kamu sudah senang dengan kehidupan barumu?

Huaaaa.... masih sedih banget gue karena memang, ekspektasi siapa pun yang baca novel ini gue kira gak sesuai dengan ending yang ada.

Tapi gue seneng, ketika gue ikut emosional ketika baca sesuatu, artinya buku itu berkesan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar