PROBLEM MATEMATIKA SEBAGAI ALAT BERPIKIR
Oleh:
Putri Chintya Indiarso
Abstraksi
Terkait dengan rasa apriori berlebihan terhadap
matematika ditemukan beberapa penyebab siswa-siswi jenuh matematika di
antaranya adalah yang mencakup penekanan belebihan pada penghafalan semata,
penekanan pada kecepatan atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi
dalam proses belajar-mengajar matematika, dan penekanan berlebihan pada
prestasi individu. Oleh sebab itu, untuk mengatasi hal ini, peran guru sangat
penting. Karena begitu pentingnya peran guru dalam mengatasi siswa-siswi jenuh
matematika, maka pengajaran matematika pun harus dirubah. Jika sebelumnya,
pengajaran matematika terfokus pada hitungan aritmetika saja, maka saat ini,
guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar dengan menggunakan
logika matematis. Karena itu, materi matematika bukan lagi sekadar aritmetika
tetapi beragam jenis topik dan persoalan yang akrab dengan kehidupan
sehari-hari.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan tantangan kehidupan
global, pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting karena pendidikan
merupakan suatu hal penentu kemajuan suatu bangsa, dan satu penentu kemampuan sumber daya manusia di
suatu Negara. Dimana pada masa saat ini kemajuan suatu bangsa tidak dilihat
dari kekayaan sumber daya alamnya saja tetapi pada saat ini juga dilihat dari
kemampuan sumber daya manusianya sendiri bagaimana memanfaatkan suatu sumber
daya alam yang ada di negaranya. Namun permasalahannya saat ini ialah banyak
siswa-siswi yang kurang mencintai pendidikan terutama yang paling disorot ialah
pelajaran Matematika.
Kebanyakan Siswa-siswi sekolah jenuh
terhadap pelajaran Matematika disebabkan karena belum ada sesuatu hal yang
mampu membangkitkan minat para siswa-siswi sekolah untuk menyukai mata
pelajaran matematika bahkan untuk sekedar membaca dan membolak-balik buku yang
bersangkutan dengan Matematika.
Belajar matematika sebenarnya tidaklah terlalu susah,
karena sebenarnya setiap pelajaran yang memang kita mau pelajari pasti semuanya
akan mudah diterima dan dimengerti, tetapi kebanyakan dari siswa selalu
menganggap matematika itu ialah sebagai momok yang sangat menakutkan.
Terkait dengan rasa apriori berlebihan
terhadap matematika ditemukan beberapa penyebab siswa-siswi jenuh matematika di
antaranya adalah yang mencakup penekanan belebihan pada penghafalan semata,
penekanan pada kecepatan atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi
dalam proses belajar-mengajar matematika, dan penekanan berlebihan pada
prestasi individu. Oleh sebab itu, untuk mengatasi hal ini, peran guru sangat
penting. Karena begitu pentingnya peran guru dalam mengatasi siswa-siswi jenuh
matematika, maka pengajaran matematika pun harus dirubah. Jika sebelumnya,
pengajaran matematika terfokus pada hitungan aritmetika saja, maka saat ini,
guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar dengan menggunakan
logika matematis. Karena itu, materi matematika bukan lagi sekadar aritmetika
tetapi beragam jenis topik dan persoalan yang akrab dengan kehidupan
sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah Penelitian yang akan dibahas dalam karya tulis
ilmiah ini ialah:
·
Faktor-faktor
Penyebab Kejenuhan Mempelajari Mata Pelajaran Matematika.
·
Mengatasi
Kejenuhan Mempelajari Mata Pelajaran Matematika.
1.3 Tujuan Penelitian
Kegiatan Penyusunan Karya Ilmiah ini mempunyai Tujuan
yang sangat penting yaitu :
· Tujuan Umum:
Membangkitkan minat siswa-siswi dalam
menekuni dunia pendidikan khususnya mata pelajaran matematika, menghilangkan
kejenuhan siswa-siswi dalam mempelajari
pelajaran matematika, dan menyadarkan bahwa matematika bukan hanya sekadar
aktivitas penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian karena
bermatematika di zaman sekarang harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan
hidup modern.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat
dilakukannya penelitian ini tidak lain yaitu memberikan wawasan bagi kita
sebagai calon guru matematika bagaimana menghadapi peserta didik agar tidak
jenuh dalam belajar matematika. Dan berikut adalah manfaat lainnya yang dapat
kita ambil :
·
Kita dapat mengetahui apa yang mnjadi
penyebab siswa-siswi jenuh terhadap pelajaran matematika
·
Kita dapat mengetahui cara untuk mengatasi
kejenuhan belajar matematika
·
Kita dapat lebih membangkitkan minat
siswa-siswi untuk belajar matematika.
BAB II
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
a. Lokasi
Di daerah rumah peneliti yang bertempat
tinggal di Bugel Mas Indah blok C 19 no 6
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitiannya adalah siswa-siswi SD
dan SMP di sekitar komplek rumah
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam metode penelitian ini yaitu jenis
penelitian tindakan yaitu dengan cara mengamati dan mewawancarai langsung
siswa-siwi tersebut kemududian di mintai pendapatnya.
3.3 Peran Peneliti
Dalam penelitian ini , peneliti berperan
sebangai pengamat partisipan. Peneliti tidak ikut berperan secara langsung
tetapi hanya berperan sebagai pengamat saja.
3.4 Data dan Sumber Data
Data yang diperoleh peneliti berdasarkan hasil dari wawancara kepada
narasumber. Data tersebut yang nantinya akan di
kembangkan dalam bab pembahasan. Data tersebut berupa argument atau
pendapat narasumber secara langsung mengenai pembelajaran matematika di
sekolahnya.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam
teknik pengumpulan data ini, peneliti melakukan wawancara secara langsung
kepada narasumber. Peneliti menayakan apa yang menyebabkan narasumber merasa
jenuh apabila menghadapi pelajaran matematika. Dari argument atau pendapat yang
di sampaikan oleh narasumber, peneliti selanjutnya akan merekap hasil wawancara
tersebut yang nantinya penulis akan membuat suatu kesimpulan dan solusi untuk
mengatasi masalah tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
A. PENYEBAB
KEJENUHAN BELAJAR MATEMATIKA
Pembelajaran
matematika secara formal umumnya diawali di bangku sekolah. Sementara itu,
matematika di sekolah masih menjadi pelajaran yang menakutkan bagi para siswa.
Di antara berbagai faktor yang memicu hal ini adalah proses pembelajaran yang
kurang asyik dan menarik. Model pembelajaran yang sering di temui pada
pembelajaran matematika adalah proses pembelajaran bercorak “teacher centered”,
yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Sehingga guru menjadi pemeran utama
dan kehadirannya menjadi sangat menentukan. Pembelajaran menjadi tak dapat
dilakukan tanpa kehadiran guru. Siswa cenderung pasif dan tidak berperan selama
proses pembelajaran. Sehingga proses yang muncul adalah “take and give”. Dalam
merangkai pembelajaran, guru pada umumnya terbiasa dengan model standar, yakni
pembelajaran yang bermula dari rumus, menghapalnya, kemudian diterapkan dalam
contoh soal. Model pembelajaran yang demikian tidak memberi ruang bagi siswa
untuk melakukan observasi (mengamati), eksplorasi (menggali), inkuiri
(menyelidiki), dan aktivitas-aktivitas lain yang memungkinkan mereka terlibat
dan memahami permasalahan yang sesungguhnya. Model seperti ini yang
mengakibatkan matematika bak kumpulan rumus yang menyeramkan, sulit dipelajari,
dan nampak abstrak.
B. MENGATASI KEJENUHAN DALAM BELAJAR MATEMATIKA
Belajar adalah proses perubahan
tingkah laku secara sadar sebagai akibat dari interaksi antara peserta didik
dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik yang sengaja dirancang. ataupun
tidak sengaja dirancang namun dimanfaatkan. Proses belajar tidak hanya terjadi
karena adanya interaksi antara peserta didik dengan guru, tetapi dapat pula
diperoleh lewat interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar
lainnya.
Pembelajaran matematika, salah satu diantara tujuannya adalah membekali
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Untuk mencapai tujuan tersebut memang tidaklah mudah. Berbagai persepsi awal
yang dimiliki siswa terhadap pelajaran matematika, telah membentuk sikap yang
beragam. Ada yang memiliki minat yang tinggi terhadap matematika, namun tidak
sedikit yang bersikap jenuh terhadap matematika. Hal ini tentu dikarenakan
pengalaman belajar yang pernah mereka rasakan.
Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap persepsi negatif siswa
terhadap matematika adalah karena kejenuhan yang mereka alami selama belajar
matematika. Sikap jenuh yang mereka rasakan bisa disebabkan karena
ketidakmampuan mereka mengerjakan setiap soal yang diberikan, atau juga karena
mereka sukar untuk memahami materi yang diajarkan. Kejenuhan ini juga sering
ditimbulkan oleh guru pengajarnya. Karena guru kurang memiliki kemampuan dan
tidak menguasai metoda, strategi dan pendekatan belajar yang dapat membuat
suasana belajar menjadi menyenangkan dan membangkitkan minat.
Adapun Langkah-langkah untuk menyiasati kejenuhan belajar Matematika ialah:
1. PEMBERIAN MOTIVASI
Peranan guru yang sangat mendasar adalah membangkitkan motivasi dalam diri
peserta didiknya agar semakin aktif belajar. Ada dua jenis motivasi, yakni
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik, ialah motivasi
atau dorongan serta gairah yang timbul dari dalam peserta didik itu sendiri,
misalnya ingin mendapat manfaat praktis dari pelajaran, ingin mendapat
penghargaan dari teman terutama dari guru, ingin mendapat nilai yang baik
sebagai bukti “mampu berbuat”. Motivasi ekstrinsik mengacu kepada faktor-faktor
luar yang turut mendorong munculnya gairah belajar, seperti lingkungan sosial
yang membangun dalam kelompok, lingkungan fisik yang memberi suasana nyaman,
tekanan, kompetisi, termasuk fasilitas belajar yang memadai dan membangkitkan
minat.
Dalam pembelajaran matematika, motivasi itu sangat penting. Untuk membangkitkan
motivasi intrinsik, siswa diingatkan akan pentingnya belajar matematika untuk
memecahkan persoalan hidup sehari-hari, seperti perhitungan, pengukuran dan
sebagainya. Apalagi bila siswa berkeinginan untuk melanjutkan belajar ke
jenjang lebih tinggi lagi, maka pelajaran matematika akan terus diperoleh,
sehingga pemahaman dan penguasaan materi pada tahap-tahap awal akan membantu
untuk tahap-tahap selanjutnya. Motivasi ekstrinsik dapat dikondisi oleh guru,
seperti dengan memberi pujian, hadiah dan sebagainya. Langkah-langkah berikut
ini juga merupakan bentuk motivasi ekstrinsik.
2. MENCIPTAKAN SUASANA BELAJAR YANG MENYENANGKAN
Suasana belajarn yang menyenangkan dapat diciptakan oleh guru diantarnya
menghindarkan suasana kaku, tegang apalagi menakutkan dalam belajar,
menyisipkan humor-humor yang segar dan mendidik, tidak memberikan soal-soal
yang terlalu sukar, dan lain-lain.
3. MEMBUAT LINGKUNGAN BELAJAR YANG NYAMAN
Lingkungan belajar yang menyenangkan dpat mempengaruhi sikap belajar siswa.
Ciptakan suasana kelas yang nyaman, meja belajar dihiasi dengan sesuatu yang
menyegarkan dan memberi semangat kepada siswa, dinding kelas ditempeli dengan
gambar-gambar atau hiasan-hiasan yang mereka minati.
4. MENGADAKAN REFRESHING
Untuk menghilangkan rasa jenuh, bosan dan penat dalam belajar, siswa diberikan
suasana refreshing, caranya bisa dengan menyertakan musik dalam ruangan
belajar, memberikan permainan-permainan simulasi-simulasi yangterjait dengan
materi belajar. Pada saat-saat tertentu, ajak siswa belajar diluar kelas,
seperti di taman, di lapangan dan lain sebagainya.
C. BAGAIMANA SEBAIKNYA MATEMATIKA DIAJARKAN ?
Sebagai contoh dalam pembelajaran mengenai perbandingan trigonometri .
Pembelajaran trigonometri sering kali ditakuti karena yang nampak ke permukaan
adalah simbol-simbol dan rumus-rumus yang abstrak. Adapun maknanya jarang
diangkat dan dipahamkan kepada para siswa. Perbandingan trigonometri
sesungguhnya berawal dari persoalan nyata. Berikut salah satu alternatif
pengajaran yang dapat dilakukan:
a.
Guru terlebih dahulu menjelaskan
definisi-definisi penting sebagai bekal bagi mereka untuk melakukan observasi
dilapangan.
b.
Selanjutnya minta para siswa untuk
mengukur tinggi benda-benda seperti tiang bendera, pohon, bangunan kelas, dan
lain-lain. Biarkan mereka berekslporasi menemukan caranya sendiri. Dari sisni
tentu akan ada beragam cara yang diusulkan siswa agar dapat mengukur tinggi
benda-benda tersebut. Dalam hal ini guru bertugas mengakomodir berbagai respon
yang muncul, membimbing, dan mencoba mengarahkan para siswa agar tidak terlalu
keluar dari wilayah yang dijadikan tujuan.
- Berikutnya guru dapat mengarahkan siswa untuk
menerapkan perbandingan trigonometri dalam permasalahan tersebut. Misalnya
akan diukur tinggi pohon P. Minta salah seorang siswa, katakanlah siswa A,
berdiri dalam jarak tertentu terhadap benda yang ingin diukur ketinggiannya.
Misalkan jaraknya x meter. Dengan bantuan klinometer dapat diketahui
besarnya sudut yang dibentuk oleh siswa A dengan pohon P, katakanlah sudut
yang dibentuk adalah ?. Dengan menggunakan aturan tangent, dengan mudah
akan diperoleh tinggi pohon P. yakni:
Tinggi pohon P = x tan(?)
- Ajak siswa membandingkan efektifitas dan tingkat
kemudahan berbagai macam cara yang diperoleh melalui kegiatan tersebut.
Dari sini akan diperoleh gambaran bahwa matematika khususnya perbandingan
trigonometri dapat mempermudah menyelesaikan permasalahan yang ada.
- Kegiatan pembelajaran dapat diakhiri dengan
meminta siswa menuliskan rangkaian kegiatan yang dilakukan hingga hasil
akhir yang dicapai. Dengan ini, kemungkinan besar siswa dapat lebih
memahami konsep perbandingan trigonometri.
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Matematika
adalah ilmu realitas, dalam artian ilmu yang bermula dari kehidupan nyata.
Selayaknya pembelajarannya dimulai dari sesuatu yang nyata, dari ilustrasi yang
dekat dan mampu dijangkau siswa, dan kemudian disederhanakan dalam formulasi
matematis. Mengajarkan matematika bukan sekedar menyampaikan aturan-aturan,
definisi-definisi, ataupun rumus-rumus yang sudah jadi. Konsep matematika
seharusnya disampaikan bermula pada kondisi atau permasalahan nyata. Berikut
tahapan pengajaran yang dapat dilakukan:
- Siswa dibawa untuk mengamati dan memahami
persoalan terlebih dahulu. Selanjutnya perkenalkan beberapa definisi
penting yang harus dipahami agar siswa memiliki bekal untuk memahami
fenomena-fenomena yang mereka temukan di lapangan.
- Ajak siswa untuk melakukan eksplorasi,
mencoba-coba, dan biarkan mereka melihat apa yang terjadi. Di sini akan
ada proses memunculkan ide-ide kreatif yang boleh jadi diluar dugaan guru.
Di sinilah ruang kreatifitas terbentuk. Siswa akan lebih menikmati proses
pembelajaran yang dilakukan.
- Biarkan siswa membuat hipotesis/dugaan atas apa
yang mereka lakukan.
- Guru bersama siswa membahas kegiatan yang
dilakukan. Berikan kesempatan pada para siswa untuk mempresentasikan hasil
pengamatan mereka. Kemudian baru dilakukan proses verifikasi, meluruskan
apa yang sudah dilakukan sehingga muncul formula atau rumus atau model
yang dapat dijadikan rujukan ketika siswa menemukan persoalan serupa.
- Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah proses
mengapresiasi. Seandainya hipotesis yang diambil oleh siswa ternyata
kurang tepat maka guru hendaknya tetap memberi apresiasi. Dengan seperti
itu, maka siswa akan tetap terpacu motivasinya.
5.2 Saran
Setelah berhasil mengatasi segala suatu tentang
kejenuhan mempelajari matematika, maka siswa-siswi sebaiknya di tuntut untuk
selalu memotivasi dirinya sendiri, mulai menyukai guru yang mengajar matematika
maka dengan begitu diharapkan siswa-siswi juga menyukai pelajarannya, dan
mulailah buat suatu kelompok belajar agar lebih banyak masukan-masukan yang
bisa di dapat dari teman yang lain. Demikian saran dan kritik yang penulis
harapkan agar bisa lebih baik untuk menulis jurnal selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA